Friday, January 6, 2012

Perkawinan Campuran dan Status Anak Hasil Perkawinan Campuran

Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME.
Pengertian perkawinan campuran:
a. Menurut pasal 1 Gemende Huwelijken Regeling (GHR) adalah perkawinan antara
orang-orang yang di Indonesia tunduk pada hukum berlainan.
b. Menurut pasal 57 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 adalah perkawinana antara
dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena
perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan
salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Berdasarkan PP No. 2 Tahun 2007 tentang tata cara memperoleh kembali
kewarganegaraan adalah WNI yang hilang kewarganegaraan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 pasal
23 huruf I, dapat memeperoleh kembali kewarganegaraan RI dengan
mengajukan permohonan kepada mentri melalui pejabat atau perwakilan
RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.

Berdasarkan Peraturan Mentri Hukum dan Ham Nomor m.01-hl.03.01
tahun 2006 pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah WNI
yang bertempat tinggal di luar wilayah Negara Republik Indonesia selama
5 (lima) tahun atau lebih yang tidak melaporkan diri kepada perwakilan
Republik Indonesia dan telah kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia sebelum Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia diundangakan dapat memperoleh
kembali kewarganegaraan dengan mendaftarkan diri ke perwakilan
Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan
Republik Indonesia diundangkan sepanjang tidak mengakibatkan
kewarganegaraan ganda.

Status kewarganegaraan anak menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006 memuat asas-asas kewarganegaraan umum atau universal, antara lain;
a. Asas Ius Sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
b. Asas Ius Soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
c. Asas Kewarganegaraan Tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan
bagi setiap orang.
d. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.
e. Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda
(bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang
diberikan kepada anak dalam undang- undang ini merupakan pengecualian

STATUS KEWARGANEGARAAN ANAK DALAM PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN

Menurut Teori Hukum Perdata Internasional.
Negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli)
Negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis),
Umumnya yg dipakai ialah hukum personal dari sang ayah sebagai kepala keluarga (pater familias) pada masalah2 keturunan yg sah. Contoh negara yg menganut sistem kewarganegraan dr ayah yaitu: Jerman, Yunani, Italia, Swiss & kelompok negara sosialis.
Dalam sistem hukum Indonesia, semua anak-anak dalam keluarga itu sepanjang mengenai kekuasaan orang tua terhadap anak mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang sama. Kecondongan itu sesuai dgn prinsip dlm UU kewarganegaraan No. 62 Tahun 1958.

Menurut UU Kewarganegaraan Nomor 62 Tahun 1958.
Ada 2 bentuk perkawinan campuran dan permasalahannya:
a. Pria WNA menikah dengan Wanita WNI
Berdasarkan pasal 8 UU No. 62 Tahun 1958, Perempuan WNI yg kawin dengan WNA bisa kehilangan kewarganegaraannya, apabila selama satu tahun ia menyatakan keterangan untuk itu, kecuali apabila dengan kehilangan kewarganegaraan tersebut, ia menjadi tanpa kewarganegaraan. Apabila suami WNA ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia maka harus memenuhi persyaratan yang ditentukan bagi WNA biasa.

b. Wanita WNA menikah dengan Pria WNI
Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal sehingga berdasarkan pasal 7 UU No. 62 Tahun 1958 apabila seorang perempuan WNA menikah dengan pria WNI, ia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia tapi pada saat yang sama ia juga harus kehilangan kewarganegaraan asalnya.

Anak hasil perkawinan campuran.
Adanya asas kewarganegaraan tunggal dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No. 62 Tahun 1958, Anak yg berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarganegaraan RI, turut memperoleh kewarganegaraan RI setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia.

Dalam ketentuan UU ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi WNI dan bisa menjadi WNA
Menjadi WNI
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita WNA dengan pria WNI (psl 1 huruf b UU No. 62 Th 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya. Permasalahannya apabila Ibu memberi kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya.
Menjadi WNA
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang WNI dengan pria WNA. Anak tersebut sejak lahir dianggap sebagai WNA sehingga harus dibuatkan paspor di kedutaan besar ayahnya, dibuatkan kartu izin tinggal sementara (KITAS) yg hrs trs diperpanjang dan biaya pengurusannya tdk murah.